Kamis, 09 Desember 2010

serenity in monoism

Oke, sekarang gw punya ide yang rada isian buat ditulis di sini. Ini timbul karena akhir-akhir ini gw sering berhadapan dengan perbedaan agama atau kepercayaan.

Akhir-akhir ini gw sering denger lagu mengenai perbedaan keyakinan. Ya dari dewi lestari lah (kalo ga salah) dari marsel lah, dari john lennon lah,, dari homogenic, atau artis laen yang gw ga kenal. Karna lagu homogenic juga, gw jadi inget sama film cin(t)a. film yang mengankat diversitas ras dan agama di Indonesia. Beberapa hari yang lalu gw juga hampir terjerumus dalam perdebatan mengenai perbedaan agama. Ini semua bikin gw jadi kepikiran.

Oke ini semua dimulai saat temen gw HM dateng ke bandung karna punya masalah dengan cowonya. Ini udah gw ceritain di post sebelumnya. Waktu itu kita lagi ngumpul di rumahnya HI. Gw lupa gimana tepatnya atau awalnya. Tapi tiba-tiba ada pembahasan mengenai islam dan kristen. Mengenai tuhan yang disembah muslim dan kristian. Gw mengatakan kalo itu beda. Banget. tapi menurut HM tuhan itu sama. Untuk tiap agama dan cuma cara menyembahnya yang berbeda. At the moment gw tau kalo masalah dia sama cowonya berhubungan dengan topik ini. Dan mengingat dia sedang labil dan emosional, gw memilih untuk bersikap evasive dan menghindari pembahasan atau perdebatan lebih lanjut. Gw milih diem, ga menunjukkan ide gw.

Beberapa hari ini gw juga lagi kecanduan sama lagu-lagunya homogenic. Lagunya homogenic yang kekal ngingetin gw sama film cin(t)a. Film ini juga menceritakan perbedaan agama namun dari segi pluralisme. Cin(t)a bercerita tentang hubungan cinta seorang tionghoa kristen dengan jawa islam yang penuh perbedaan dan bertentangan dengan paradigma umum. Dan mereka berusaha menyamakan perbedaan itu. Cina, si tionghoa kristen, pernah bilang di film itu kalo lebih baik ngga ada agama di dunia ini daripada ada agama tapi justru menjadi alasan berperang.
Ide dari film ini bagus si, mempertanyakan kenapa ada perbedaan, mempertanyaakan kemanusiawian dan toleransi kita sebagai manusia. Film ini juga penuh dengan sindiran dan sarat kritik. Tapi sayang, ide yang ditampilkan hanya dari sisi pluralisme. Gw bukan pluralis. In fact gw cenderung anti dengan pluralisme.

Beberapa hari terakhir gw juga sering denger lagunya marcel yang soal cinta beda agama. Dia bilang kalo tuhan memang satu dan hanya manusia yang membeda-bedakannya. Menurut gw ini either stupid atau konyol. Gw rasa ini adalah kata-kata orang yang putus asa dalam menghadapi perbedaan. Gw juga denger lagunya john lennon yang imagine. Ada lirik kaya gini:
Imagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace

Menurut gw lagu ini sama putus asanya sama lagunya marsel. Atau begah. Atau kesal. Atau marah. Atau murka. Logis sebenernya seseorang berpikir seperti ini jika menilik kepemerintahan dihampir semua negara di dunia. Ngga tau lagi kemana perginya konsep pemimpin yang seharusnya bertanggung jawab atas rakyatnya. Ngga tau lagi kemana perginya konsep kemanusiaan dimana yag kuat menolong yang lemah. Tapi konsep rimba dimana yang kuat akan melahap yang lemah sangat terlihat jelas dan harus diakui, ini adalah konsep interaksi yang paling tua dan paling cocok dengan tabiat dasar manusia. Manusia dasarnya lebih binatang dari binatang kok. Tapi tanpa religion, semua kerusakan yang udah ada akan semakin terpuruk. Dan living life in peace akan benar-benar cuma bisa jadi imagination.

Gw seseorang yang sangat toleran. Sangat toleran. Tapi gw bukan pluralis. Bahkan, gw anti pluralisme. Menurut gw, ide bahwa tuhan itu sama sangat konyol. Sama sekali konyol. Ide bahwa yang sebenarnya mengotak-kotakkan agama adalah manusia sendiri juga lebih konyol.

Menurut gw, ketuhanan adalah sesuatu yang paling fundamental dalam sebuah agama. Dan perbedaan ketuhanan adalah perbedaan paing fundamental dari agama-agama yang ada. Islam mengajarkan menyembah Allah, katolik mengajarkan konspe trinitas, dan hindu mengimani Sang Hyang Widhi, lalu budha mengajarkan konsep Atthi Ajatam Abhutam Akatam Asamkhatam. Ini semua adalah konsep yang sangat berbeda. Karna perbedaan-perbedaan dasar inilah kemudian setiap agama memiliki cara menyembah yang juga sangat berbeda. Not the other way around.

Menurut gw, konsep tuhan dan Allah / trinitas / Sang Hyang Widhi / Atthi Ajatam Abhutam Akatam Asamkhatam adalah konsep yang berbeda. Tuhan secara umum diartikan sebagai sesuatu yang disembah. (regerdless representasi / sifat / karakter) jadi menurut gw saha aja kalo gw bilang tuhan gw adalah uang jika gw memang menyembah uang dan gw akan melakukan apapun untuk mendapatkan uang. Ngga salah juga kalo gw bilang tuhan gw adalah cewek jika gw memang benar-benar mengagungkan cewek dan gw bersujud pada cewek. Tapi menurut gw salah kalo gw bilang tuhan gw sama dengan tuhan dia kalo gw menyembah uang sedangkan dia mengagungkan cewek. Begitu pula dalam agama. Ketika gw sebagai seorang islam mengatakan gw berharap tuhan menolong gw, makan gw mengacu pada Allah dengan tuhan yang gw maksud itu. Dan menurut gw, semestinya, begitu pula dengan agama lainnya. Menurut gw konyol ketika kita berkata “tuhan, berikanlah aku kesehatan” tetapi kita sendiri ga tau sebenernya kita meminta kesehatan itu pada siapa dan menelan kata tuhan bulat-bulat tanpa mengerti apa yang kita sembah. Ibaratnya kita bilang “oi, bor, gw pinjem pulpen dong”. Oi ke siapa? Bro itu siapa?
Jadi meurut gw, tuhan itu ngga sama. Dan ngga akan pernah bisa disama-samain. Dan keyakinan mengenai ketuhanan adalah hak tiap individu. (regardless resiko/ implikasi/ alasan/ latar belakang individu itu). Menurut gw, sebagai individu, yang perlu kita lakukan adalah mempelajari agama kita dengan dalam dan memahami apa yang kita sembah. Jangan sampe kita menjadi keledai karena menyembah tuhan tapi kita ngga tau apa tuhan kita itu.

Setelah memahami perbedaan-perbedaan, ada sebuah konsep yang menurut gw komplementer yaitu konsep toleransi dan penghargaan. Semua perbedaan-perbedaan ini semestinya ngga menjadi masalah jika kita tidak mempermasalahkannya. Jika seseorang memang meyakini Allah, kenapa harus dipermasalahkan? Jika ada seseorang yang meyakini trinitas, kenapa harus diganggu? Semestinya ada kesadaran dalam tiap individu bahwa agama, adalah hak prerogatif dari tiap individu masing-masing. Dalam islam diajarkan bawa tidak ada paksaan dalam agama, yang diwajibkan adalah menyampaikan berita. dalam agama lain, yah, silahkan pembaca tambahkan, saya takut salah.

Sebagai seorang muslim, tentu gw meyakini kalau tuhan gw adalah Allah dan tuhan lain selain Allah itu salah dan tidak ada. Tapi itu tidak memberikan privilege apapun pada gw untuk mempermasalahkan keimanan orang lain. Itu tidak lantas memberikan gw hak untuk marah jika ada teman gw yang percaya pada trinitas atau mengimani Sang Hyang Widhi. Itu tidak menjustifikasi gw untuk lantas memusuhi mereka, apalagi sampai mengolok dan mempersalahkan. Jika pun gw melakukan diskusi dan debat mengenai agama, itu semata gw lakukan untuk memperdalam pemahaman gw menenai agama gw sendiri, agar gw kritis dan gw benar-benar paham agama gw, ngga sekedar nelen mentah. Yah, sukur-sukur kalo bisa ngasi wawasan kepada temen gw yang beda agam. Tapi generally gw jarang memulai diskusi agama kalo ngga diajak duluan.

Tanpa mempermasalahkan keyakinan seseorang toh kita tetap bisa hidup berdampingan, rukun dan bermanfaat. Tanpa mempermasalahkan keyakinan orang lain, toh kita tetap bisa menjalani kewajiban agama kita dan menghindari larangan-larangan dalam agama kita. Kita tetap bisa beribada kan? Mungkin ada beberapa hal yang bentrok dan harus diselesaikan dengan diskusi dan perundingan, tetapi itu tidak erta merta memberu justifikasi untuk mempermasalahkan keyakinan orang lain.

Gw sendiri ngga jarang kok nganter temen ke gereja, atau nungguin temen ibadah di klenteng. Gw juga sering minta temen gw nunggu sementara gw solat atau ngaji. Dan selama ini gw merasa sangat bahagia dengan sahabat-sahabat gw, dari etnik manapun dan agama manapun. Gw rasa ini semua karna mereka pun, menghargai kalo tiap orang punya keyakinan dan ngga perlu dipermasalahkan.

Jadi, ayolah, kenapa sih musti menyama-nyamakan sesuatu yang memang berbeda? Yang kita perlukan hanya toleransi dan saling menghargai. Ngga perlulah disama-samain.
Gw seorang yang toleran. Sangan toleran. Tapi gw bukan pluralis. Indeed, gw seorang anti pluralisme.




Nb: tulisan ini semata ide gw yang gw tulis sambil nungguin orang. Maka gw emang ga nyantumin sumber atau dalil. Kalo mau sumber atau dalil, nanti gw bahas lebih dalem.